Suatu malam sekitaran jam 3 waktu UGD tiba-tiba teman saya datang membawa hasil baca CT Scan dari pasien dengan trauma kepala.
"Liat brow ada gambaran salt and pepper?" katanya sambil memasang Foto CT-Scan di Neon Box.
Saya yang malam itu tingkat kesadarannya menurun drastis mencoba menganalisa,
"Artinya apaan tuh brew?"
"Artinya apaan tuh brew?"
"Ada perdarahan di otak". lanjutnya.
"Koq gambarannya disebut salt and pepper yah? Kaya nama bumbu dapur" tanyaku, masih di tingkat kesadaran yang cukup parah.
"Nggak tau juga brow, mungkin ahli radiologi jaman dulu udah perkirakan kalo bakal ada ada dua makhluk dongo yang ngobrol jam 3an malam tentang diagnosanya. Mereka memberi nama kaya gitu supaya gampang kita ingat mungkin". Kali ini temanku mencoba memberi analisa yang tingkat keilmiahannya sulit dipertanggungjawabkan
"Oooh, gitu ya, zz..zzz.zzz". Saya tertidur.
Eeeniwei, penjelasan singkatnya mungkin kaya gini :
Setelah dilakukan CT-Scan pada otak, melalui komputer akan dipilah-pilah (fotonya,bukan otaknya) menjadi beberapa lapis dalam potongan melintang. Salah satunya seperti foto ini
Perdarahan otak |
Nah, pada hasil foto diatas terlihat gambaran titik-titik putih yang menunjukkan adanya perdarahan pada otak bagian depan (bandingkan dengan potongan otak normal yang ada di bawah). Gambaran titik-titik putih inilah yang istilah medisnya "salt and pepper". Mungkin seperti itu tampilannya kalo kita menabur garam dan lada diatas otak makanan kali ya.
Otak normal |
Sounds funny and creative, dibalik nama yang sederhana bahkan berbau bumbu dapur, ternyata mengandung bahaya yang mengancam jiwa. What a high quality sense of humor.
Seperti itu pula yang terjadi di keseharian kita. Kadang untuk menyampaikan suatu hal yang menyakitkan kita kerap membungkusnuya dengan kalimat preambule yang manis. Menyampaikan dengan perlahan dengan harapan yang dituju dapat memahami dan menerima kenyataan secara perlahan. Sebuah salt and pepper syndrome.
Contoh kalimat :
"Makasih sayang atas cinta kamu yang begitu besar...bla..bla...bla...tapi harus abang ngomong kalo abang dah punya yang laen...." *gubraks*
Atau...
"Kinerja kamu di sini menunjukkan progresitas yang baik...bla...bla...tapi karena perusahaan sedang melakukan perampingan maka dengan berat hati saya sampaikan bahwa kontrak kerja kita harus berakhir..." *dobel gubraks*
Sebuah model tenggang rasa, toleransi dan apalah itu, yang jelas kadang jujur memang menyakitkan sehingga kita merasa perlu mengurangi sedikit sakit itu dengan membungkusnya melalui kata-kata yang baik. Dan walau semanis apapun kalimatnya, tidak ada yang berubah di akhirnya. Tetap sakit bukan?
Dan kenapa juga saya sampe ngobrol kaya gini ya?
Ooooh yeah, I just did it...
That salt and pepper syndrome too...
Sorry to you.